Editor : Akhmad Sahal
Penerbit : Mizan Media Utama (MMU)
Th terbit : 2015
Jumlah hal : 344 halaman
ISBN :
978-979-433-895-7
Islam
Nusantara masih menjadi pembicaraan hangat untuk umat muslim. Terlebih setelah
Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015 yang mengusung
tema “Meneguhkan Islam Nusantara sebagai Peradaban Indonesia dan Dunia. Yang
pada akhirnya melahirkan diskusi, perdebatan, hingga caci maki terkait banyaknya
penafsiran, Islam Nusantara makhluk apakah itu?
Buku Islam
Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan mencoba menjawab pertanyaan
tersebut dengan membaginya menjadi tiga kitab yang terdiri dari manifesto Islam
Nusantara, kerangka konseptual, dan diskursus mutakhir.
Pada kitab I Manifesto
Islam Nusantara, buku membuka pembahasan dengan memaparkan Pribumisasi Islam yang
sayangnya sering disalahartikan sebagai jawanisasi atau sinkretisme. Padahal
sebenarnya pribumisasi Islam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal
di dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa menambah hukum itu sendiri. Juga
bukan upaya meninggalkan norma demi budaya, tetapi agar norma-norma itu
menampung kebutuhan-kebutuhan dari budaya dengan mempergunakan peluang yang
disediakan oleh variasi pemahaman nas, dengan tetap memberikan peranan kepada
ushul fikih dan kaidah fiqih (hlm 35).
Kitab II
Kerangka Konseptual pada buku dibagi lagi menjadi tiga bagian yakni Ushul Fiqh,
Aswaja dan Ulama Nusantara, serta Dimensi Tasawuf. Pada bagian Ushul Fiqh
dijelaskan bahwasannya ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin
Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks
budaya masyarakat yang beragam. Upaya ini dalam ushul fiqh disebut dengan ijtihad
tathbiqi, yaitu ijtihad untuk menerapkan hukum (hlm 106). Pun sama dalam
bagian dua yang membahas Aswaja dan Ulama Nusantara dijelaskan bahwasannya jiwa
kebangsaan NU mengacu pada kekayaan sejarah dan budaya nusantara. Paham ini
dengan sendirinya mengandung semangat menghargai tradisi, pluralitas budaya,
dan martabat manusia sebagai makhluk budaya Nusantara (hlm 160). Dalam bagian
tiga dimensi tasawuf dari sudut pandang ‘Irfan (tasawuf teoritis) dengan
Ibn ‘Arabi sebagai proponen utamanya budaya lebih berpeluang memiliki tempat
yang sakral dalam keberagamaan. Dalam ‘Irfan, Tuhan dipercayai sebagai
wujud transendental yang pada saat yang sama ber-tajalli
(bermanifestasi, mengejawantah) dalam ciptaannya. Manifestasi ini bukan hanya
pada ciptaan fisik, melainkan juga pada ciptaan-ciptaan non-fisiknya, termasuk
budaya (hlm 176-177). Dengan mempromosikan keakraban Islam dengan budaya lokal,
tak berarti kita kehilangan penglihatan akan adanya kemungkinan inkongruensi
ajaran qath’i dengan unsur-unsur budaya lokal dalam perkembangannya
hingga saat ini. Budaya lokal bisa merupakan bagian dari tajalli Tuhan,
atau warisan keberagamaan Nabi-nabi terdahulu. Pada saat yang sama, bukan tak
mungkin ia adalah penyimpangan dari ajaran keagamaan. Maka, disini sikap
kritis-dialogis perlu dikembangkan agar keakraban agama dengan budaya lokal,
sebaliknya dari mendistorsi ajaran Islam, bisa justru memperkuat akarnya dalam
masyarakat (hlm 180).
Kitab III
Islam dan Kebangsaan Bagian I membahas Islam Merangkul Nusantara. Ada lima tulisan
dalam bagian ini yang memaparkan cara Islam Merangkul Nusantara dengan berbagai
perspektifnya. Baik dari segi budaya, sejarah, teori-teori maupun tata bahasa.
Sedangkan pada Bagian II yang membahas Islam dan Kebangsaan, dijelaskan
bahwasannya salah satu dari masterpiece Islam Nusantara adalah tegaknya
NKRI dan Pancasila. Dalam pandangan Islam Nusantara, Indonesia adalah dar
al-salam dan Pancasila merupakan intisari dari ajaran Islam Ahlussunnah wal
Jamaah. Karenanya mempertahankan NKRI dan mengamalkan Pancasila merupakan
perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat Islam (hlm
241).
Buku ini patut
dijadikan sumber rujukan dalam mengkaji Islam Nusantara karena kekayaan data di
dalamnya. Selain itu buku ditulis oleh tokoh-tokoh yang sudah benar-benar mafhum
dalam kajian keislaman seperti KH Abdurrahman Wahid, KH A. Mustofa Bisri, Prof.
Dr. Amin Abdullah, Prof. Dr. Nurcholis Majid, dan lain-lain. Untuk kekurangan
buku ini yakni masih dijumpai beberapa kata berbahasa Arab yang belum diterjemahkan
dalam Bahasa Indonesia.
*Karya: Dewi
Ratna Sari

islam nusantara itu yang gmana mb, saya kok saya tambah mumet....
BalasHapusIzin share
BalasHapus