Rabu, 09 Maret 2016

Mengupas Problematika Islam Nusantara

Sumber foto: istimewa

Judul buku    : Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan
Editor            : Akhmad Sahal
Penerbit        : Mizan Media Utama (MMU)
Th terbit        : 2015
Jumlah hal    : 344 halaman
ISBN             : 978-979-433-895-7

Islam Nusantara masih menjadi pembicaraan hangat untuk umat muslim. Terlebih setelah Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015 yang mengusung tema “Meneguhkan Islam Nusantara sebagai Peradaban Indonesia dan Dunia. Yang pada akhirnya melahirkan diskusi, perdebatan, hingga caci maki terkait banyaknya penafsiran, Islam Nusantara makhluk apakah itu?
Buku Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan membaginya menjadi tiga kitab yang terdiri dari manifesto Islam Nusantara, kerangka konseptual, dan diskursus mutakhir.
Pada kitab I Manifesto Islam Nusantara, buku membuka pembahasan dengan memaparkan Pribumisasi Islam yang sayangnya sering disalahartikan sebagai jawanisasi atau sinkretisme. Padahal sebenarnya pribumisasi Islam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa menambah hukum itu sendiri. Juga bukan upaya meninggalkan norma demi budaya, tetapi agar norma-norma itu menampung kebutuhan-kebutuhan dari budaya dengan mempergunakan peluang yang disediakan oleh variasi pemahaman nas, dengan tetap memberikan peranan kepada ushul fikih dan kaidah fiqih (hlm 35).
Kitab II Kerangka Konseptual pada buku dibagi lagi menjadi tiga bagian yakni Ushul Fiqh, Aswaja dan Ulama Nusantara, serta Dimensi Tasawuf. Pada bagian Ushul Fiqh dijelaskan bahwasannya ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Upaya ini dalam ushul fiqh disebut dengan ijtihad tathbiqi, yaitu ijtihad untuk menerapkan hukum (hlm 106). Pun sama dalam bagian dua yang membahas Aswaja dan Ulama Nusantara dijelaskan bahwasannya jiwa kebangsaan NU mengacu pada kekayaan sejarah dan budaya nusantara. Paham ini dengan sendirinya mengandung semangat menghargai tradisi, pluralitas budaya, dan martabat manusia sebagai makhluk budaya Nusantara (hlm 160). Dalam bagian tiga dimensi tasawuf dari sudut pandang ‘Irfan (tasawuf teoritis) dengan Ibn ‘Arabi sebagai proponen utamanya budaya lebih berpeluang memiliki tempat yang sakral dalam keberagamaan. Dalam ‘Irfan, Tuhan dipercayai sebagai wujud transendental yang pada saat yang sama ber-tajalli (bermanifestasi, mengejawantah) dalam ciptaannya. Manifestasi ini bukan hanya pada ciptaan fisik, melainkan juga pada ciptaan-ciptaan non-fisiknya, termasuk budaya (hlm 176-177). Dengan mempromosikan keakraban Islam dengan budaya lokal, tak berarti kita kehilangan penglihatan akan adanya kemungkinan inkongruensi ajaran qath’i dengan unsur-unsur budaya lokal dalam perkembangannya hingga saat ini. Budaya lokal bisa merupakan bagian dari tajalli Tuhan, atau warisan keberagamaan Nabi-nabi terdahulu. Pada saat yang sama, bukan tak mungkin ia adalah penyimpangan dari ajaran keagamaan. Maka, disini sikap kritis-dialogis perlu dikembangkan agar keakraban agama dengan budaya lokal, sebaliknya dari mendistorsi ajaran Islam, bisa justru memperkuat akarnya dalam masyarakat (hlm 180).
Kitab III Islam dan Kebangsaan Bagian I membahas Islam Merangkul Nusantara. Ada lima tulisan dalam bagian ini yang memaparkan cara Islam Merangkul Nusantara dengan berbagai perspektifnya. Baik dari segi budaya, sejarah, teori-teori maupun tata bahasa. Sedangkan pada Bagian II yang membahas Islam dan Kebangsaan, dijelaskan bahwasannya salah satu dari masterpiece Islam Nusantara adalah tegaknya NKRI dan Pancasila. Dalam pandangan Islam Nusantara, Indonesia adalah dar al-salam dan Pancasila merupakan intisari dari ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Karenanya mempertahankan NKRI dan mengamalkan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat Islam (hlm 241).
Buku ini patut dijadikan sumber rujukan dalam mengkaji Islam Nusantara karena kekayaan data di dalamnya. Selain itu buku ditulis oleh tokoh-tokoh yang sudah benar-benar mafhum dalam kajian keislaman seperti KH Abdurrahman Wahid, KH A. Mustofa Bisri, Prof. Dr. Amin Abdullah, Prof. Dr. Nurcholis Majid, dan lain-lain. Untuk kekurangan buku ini yakni masih dijumpai beberapa kata berbahasa Arab yang belum diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.
*Karya: Dewi Ratna Sari


2 komentar: